Total Tayangan Halaman

Selasa, 21 Februari 2012

Kader dan Relawan


“Ada issue tentang insentive satu juta perbulan untuk 3 kader kesehatan desa yang telah mendapatkan SK dari kecamatan, sedangkan kader lama tidak mendapatkan SK dan merasa tersinggung sehingga muncul persoalan di Kelompok” demikian ungkap seorang bidan desa di Babo, sebuah kampung di kecamatan Bandar pusaka, Kabupaten Aceh Tamiang.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia Kader memiliki arti “orang yang diharapkan akan memegang peran penting dalam pemerintahan, partai, dll”. Sehingga dapat diartikan juga bahwa kader merupakan calon, kandidat, bibit, bakal orang yang akan memegang peran penting. Sedangkan Relawan memiliki arti “orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela, tidak karena diwajibkan atau dipaksakan.” 
Pengkaderan merupakan proses mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader, yang dapat diistilahkan juga sebagai kaderisasi atau pembibitan yaitu proses memunculkan orang yang dapat memiliki peran penting (menengok kembali istilah kader dalam kamus besar). Berbeda dengan relawan, tidak ada istilah untuk ‘pengrelawanan atau relawanisasi’. Sehingga jika dibandingkan maka seharusnya kader ini akan lebih ‘kaya’ pengetahuan karena dalam proses pengkaderan pasti ada banyak input yang akan diberikan, berbeda dengan relawan yang hanya berhenti pada apa yang dia lakukan dengan sukarela.
Fakta yang ada bahwa kader hanya dipilih untuk menjalankan sesuatu tanpa ada proses pembentukan supaya kader ini dapat berkembang dan memegang peran yang penting. Selama ini mereka hanya sebatas menjalankan tugas.
Dua kata yang berbeda maknanya namun dalam penggunaanya sering ditempatkan pada posisi yang hampir sama, seperti halnya kader kesehatan desa dan relawan kesehatan desa.
***
Kembali pada cerita diatas, kader kesehatan di Babo akan mendapatkan SK dari Kecamatan Bandar pusaka dan akan mendapatkan insentive tiap bulan. Hal ini tidak pernah disosialisasikan dan dibicarakan Dinas terkait dengan Kader kesekatan Desa bersama Pemerintah desa, sehingga muncul banyak persepsi. Dari 13 orang hanya 3 orang yang mendapatkan SK. Sudah barang tentu ini menjadi pembicaraan menarik di kelompok, terlebih lagi karena ada kader lama namun tidak termasuk dalam 3 orang yang mendapatkan SK. Atmosfir kelompok menghangat. Hal ini tidak menjadi pertimbangan pemerintah dalam melakukan intervensi.  Pemerintah memberikan bantuan namun tidak mempertimbangkan dampak yang akan terjadi di masyarakat.
***
Istilah Relawan Kesehatan Desa (RKD) ini dipakai di Kelompok termasuk orang-orang yang telah sebelumnya dipilih Bidan desa menjadi Kader Kesehatan Desa (KKD) yang kemudian bergabung di Kelompok RKD. Namun istilah ini memang sangat berpengaruh terhadap pola pikir mereka. RKD telah cukup paham dengan pemahaman sebagai ‘Relawan’.  Namun anggota RKD yang sebelumnya sebagai ‘Kader’ pemahaman tentang kerelawanan memudar ketika ada bantuan karena mereka berambisi untuk bisa mendapatkan bantuan itu terutama jika bantuan itu untuk Kader Kesehatan.
Persoalan ini mampu diredam ditingkat kelompok. 3 RKD yang mendapatkan SK dari Kecamatan merasa bahwa ini milik bersama karena pelayanan kesehatan di kampung dilakukan bersama dan informasi tentang insentive 1 juta per bulan ini hanyalah issue yang telah membuat hubungan anggota kelompok sempat tegang. Semoga kedepan Pemerintah akan lebih bijak ketika berproses dalam memberikan dukungan kepada masyarakat sehingga dukungan tersebut tidak menjadi persoalan namun benar-benar dapat mendukung pengembangan program di masyarakat.


Kegiatan Posyandu di Babo, Aceh Tamiang