‘Beli sayur nggak bu… beli sayur nggak bik…’ ucap Ali Sabirin ketika menawarkan sayur keliling
di Kampung Babo, Jambo rambung dan Harum sari, kampung-kampung yang berada di sekitar
Kecamatan Bandar Pusaka Kabupaten Aceh Tamiang.
Ali sabirin lebih akrab disapa
Ali ling. Beliau dulunya seorang sopir
yang bekerja di Medan dan pernah menjadi sopir angkutan umum ‘Jumbo’ di Babo - Kuala
Simpang. Ali ling yang merupakan keturunan Tamiang dan saat ini tinggal di
Kampung Babo telah menekuni bertani sayur sejak tahun 2009. Ali ling tidak
memiliki lahan sendiri, ia hanya dipinjami lahan oleh saudaranya seluas 5 rante yang ditanami kacang panjang,
kangkung, bayam, timun dan jagung. Sayur-sayuran ini yang kemudian dijual
keliling tiga kali seminggu. Awalnya ragu dan malu untuk berjualan keliling
namun lama-lama menjadi terbiasa. Saat itu Ali ling belum memiliki sepeda motor
sehingga harus meminjam motor tetangga untuk jualan keliling. Ia mampu membeli
motor sendiri setelah dua bulan jualan sayur. Hasil penjualan sayur disisihkan
sebagian untuk membayar angsuran motor tiap bulan.
Ketekunan Ali ling terlihat dari aktifitasnya sehari-hari. Setiap pagi
ia memulai kegiatannya dengan deres karet yang dilakukan sampai siang hari, kemudian
beristirahat sebentar, setelah itu ia berkebun. Jika hari itu adalah jadwal
jualan keliling, maka ia mempersiapkan bahan-bahan yang hendak dijual dengan
mengutip hasil kebun, menimbang, mengikat sayuran dan menata kedalam tempat sayur. Bahkan jika
hasil kebun sangat banyak maka ia dibantu oleh satu orang untuk menimbang
sayuran-sayuran yang hendak dijual. Setelah semuanya siap maka ia mulai jualan.
‘Saya mau beli sayuran tapi belum ada uang’ ucap seorang ibu. ‘Ambil
aja bik, nggak apa-apa.. saya besok kan masih kemari lagi’ jawab Ali
ling. Kadang kejadian seperti ini ditemui ketika sedang jualan dan Ali ling
sangat memahami kondisi masyarakat. Saat mereka belum menjual hasil kebunnya
(Karet atau coklat) maka mereka belum punya uang namun Ali ling mempersilahkan
ibu-ibu ini untuk mengambil dulu sayuran yang ia jual.
Ali ling sangat menikmati kehidupannya sebagai petani sayur. Ia merasakan kenyamanan dalam bekerja. ‘Bukan
orang lain yang mengatur hidup dan penghasilan kita namun diri kita sendiri
yang menentukan’ demikian ungkap Ali ling.
Ada banyak keuntungan yang ia rasakan sebagai petani sayur antara
lain: ia bisa selalu dekat dengan keluarga, ada penghasilan rutin yang ia
dapatkan dari berkebun, keluarga dapat menikmati hasil kebun kapan saja sehingga
kebutuhan gizi keluarga tercukupi dan anggota keluarga menjadi sehat, selain
itu ia dapat menabung bahkan dapat membeli tanah untuk tapak rumah.
Dibalik semua kenyamanan yang ia rasakan, sesungguhnya Ali ling
memiliki kendala yaitu sampai sekarang
ia belum memiliki lahan sendiri. Ia mengerjakan lahan orang lain yang
dipinjamkan kepadanya, namun ia selalu bekerja keras dan berusaha dengan tekun
atas pilihan pekerjaannya. Hal ini berdampak pada masyarakat disekitarnya yang
berangsur-angsur mengikuti jejak Ali ling dengan menanam sayuran di kebun
mereka.
Keluarga menjadi
bagian terpenting dari kehidupan Ali ling. Misnawati, sang istri selalu mendampingi
Ali ling selama berkegiatan di kebun sayur. Begitu pula dengan Rama dan
Alitira, kedua anak Ali ling inipun turut menemani di Kebun saat sang ayah
sedang membersihkan rumput, menyiram tanaman dan memanen hasil kebun.
Kebahagian ini dirasakan Ali ling manakala semua anggota keluarga dapat
berkumpul bersama, bekerja dan merasakan nikmatnya hasil pekerjaan yang telah
dilakukan bersama.
‘Kebahagiaan itu berawal dari kesederhanaan dan
dukungan penuh cinta dari keluarga’